Ketua ASEAN Business Advisory Council (ASEAN-BAC) Arsjad Rasjid mengajak para pengusaha Inggris untuk berinvestasi dalam penurunan emisi karbon dan peningkatan kualitas kesehatan di negara-negara Asia Tenggara. Ajakan ini disampaikan saat melakukan roadshow ASEAN-BAC di London, Inggris, pada 14-18 Mei 2023 lalu.

“Upaya negara-negara Asia Tenggara mewujudkan net-zero emissions (netral karbon) membutuhkan kolaborasi dan kemitraan erat dengan para mitra dagang dari luar kawasan, salah satu di antaranya adalah Inggris,” kata Arsjad, dalam keterangan pers, Jumat (26/5/2023).

Seperti diketahui saat ini ASEAN terus bergerak menuju net zero pada 2050 atau lebih awal. Pengusaha di negara-negara Asia Tenggara sepakat bahwa untuk mencapai target tersebut dibutuhkan kemitraan erat dengan para mitra dagang di berbagai negara.

Secara umum negara-negara ASEAN berkontribusi sekitar 8% emisi karbon global. Sehingga diperlukan langkah dan kerja keras untuk mewujudkan net-zero.

“Inggris menjadi pintu masuk ASEAN-BAC ke negara-negara Eropa, mengingat prestasi dan pengalaman Inggris sebagai pelopor karbon sukarela yang diprakarsai Bank of England. Para pemimpin ASEAN telah menugaskan kami menjalankan proyek bernama ASEAN Net Zero Hub dan Carbon Center of Excellence yang dilakukan secara berkelanjutan,” jelas Arsjad.

Arsjad menambahkan, ASEAN Net Zero Hub berperan sebagai wadah bertukar pikiran pelaku industri telah memulai perjalanan menuju dekarbonisasi. Sementara itu, Carbon Center of Excellence berperan sebagai platform untuk meningkatkan pengetahuan dan pertukaran informasi bagi aktivitas perdagangan karbon.

Pada September 2023, kata dia, ditargetkan inisiatif legacy project terkait Carbon Center of Excellence akan menghasilkan ASEAN Alliance for Scaling Up Carbon. Fungsinya adalah sebagai wadah multi stakeholders antara swasta dan pemerintah untuk dapat melakukan perdagangan karbon yang lebih baik.

Dukungan dari Sektor Swasta dan Bisnis

ASEAN-BAC yang didukung PT Astra International Tbk (ASII) dan PT Indika Energy Tbk (INDY) terus mencari terobosan untuk menjalin kerja sama di sektor energi berkelanjutan di ASEAN termasuk dengan stakeholders di Inggris. Perusahaan-perusahaan di Indonesia memiliki peran penting bagi terwujudnya cita-cita net-zero ASEAN karena merupakan negara dengan ekonomi terbesar di kawasan ASEAN.

Menurut Arsjad, langkah strategis itu diperlukan untuk mendorong agar emisi yang diproduksi industri diserap sepenuhnya oleh ekosistem bumi. Sehingga tak ada yang menguap hingga ke atmosfer dan menjadi gas rumah kaca.

“Kami melibatkan PT Astra International Tbk., PT Bank Permata Tbk., PT Elang Mahkota Teknologi Tbk, dan April Group untuk melakukan langkah-langkah konkret untuk menyampaikan aspirasi-aspirasi berkelanjutan bagi terwujudnya net-zero bagi pembangunan berkelanjutan. Ini penting,” jelas dia.

Sementara itu, Presiden Direktur PT Astra International Tbk (ASII), Djony Bunarto Tjondro, menjelaskan bahwa Astra telah meluncurkan Astra 2030 Sustainability Aspirations. Program ini mencakup peta jalan transisi Grup Astra untuk menjadi perusahaan yang lebih sustainable pada 2030 dan seterusnya.

Sustainability aspirations yang didasarkan pada sustainability framework baru Astra, yaitu mengintegrasikan sustainability secara lengkap ke dalam Strategi Triple-P Roadmap Astra (Portfolio, People dan Public Contribution), yang menyeimbangkan kebutuhan kini dan masa depan,” kata Djony.

Sejalan dengan Astra, Indika Energy juga turut mengedepankan konsep pembangunan yang berkelanjutan. Wakil Direktur Utama dan Grup CEO Indika Energy Azis Armand, menyebut pihaknya mendukung usaha-usaha yang fokus pada pembangunan berkelanjutan.

“Salah satunya adalah melalui upaya Indika Energy untuk berinvestasi pada bisnis rendah karbon seperti kendaraan listrik dan tenaga surya,” ujar dia.

Lebih lanjut, kunjungan ASEAN-BAC di Inggris juga dilakukan untuk mengajak sektor bisnis dan swasta Inggris berinvestasi di ASEAN. Mengutip data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada 2021, ASEAN memiliki angka tuberkulosis (TB) tertinggi di dunia atau lebih dari seperempat dari beban global.

Selain itu, epidemi HIV di ASEAN adalah terbesar ketiga di dunia dan penularan wabah malaria tertinggi kedua di dunia. Negara-negara Asia Tenggara memiliki angka kematian akibat penyakit tidak menular sebesar 62% atau mencakup 9 juta jiwa per tahun.

Angka tinggi ini disebabkan adanya kesenjangan investasi keuangan, infrastruktur, serta penelitian dan pengembangan untuk fasilitas kesehatan.

Legacy Lead untuk ASEAN One Shot Campaign dr. Michael Rampangilei menyebut berdasarkan temuan itu, pihaknya berkomitmen meningkatkan infrastruktur kesehatan.

“Dengan kerja sama investasi pada sektor kesehatan antara ASEAN dan Inggris, kami berkomitmen untuk meningkatkan infrastruktur kesehatan, melalui legacy project ASEAN One Shot Campaign, pengembangan ASEAN Healthcare Market, serta pengembangan teknologi tinggi seperti program genetik dan mRNA,” ujar dia.

Sementara Wakil Ketua ASEAN-BAC Bernardino Vega menyampaikan bahwa kesuksesan infrastruktur untuk pembangunan berkelanjutan dan kesehatan bergantung pada keterlibatan dari berbagai sektor dan pemangku kepentingan. Termasuk sektor bisnis, swasta, serta pemerintah.

“Kami berharap kolaborasi dan kemitraan antara Inggris dengan seluruh negara di ASEAN dapat terjalin erat agar dapat meningkatkan infrastruktur yang berkelanjutan bagi dunia,” tutup Bernardino.

Sumber : CNBC

Share.
Exit mobile version