Autonomous Rail Rapid Transit (ART) atau kereta dengan basis rel virtual dan kerap disebut KA Otonom, sedang diwacanakan di Indonesia.
Pemerintah Kota Bogor tengah berupaya mempercepat proyek trem. Namun selain trem, ada opsi dibangun menggunakan Autonomous Rail Transit (ART) atau Kereta Tanpa Rel.
Wakil Wali Kota Bogor Dedie Rachim mengungkapkan sudah melakukan pertemuan dengan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Risal Wasal dalam membahas kelanjutan proyek ini pada Jumat (19/1/2024) pekan lalu. Dalam pertemuan itu, pemerintah ingin memulai proyek angkutan masal perkotaan tetapi yang efisien, ekonomis namun harganya tidak terlalu mahal.
“ART itu tanpa rel, dari pembicaraan Pak Menteri ke Tiongkok mau dioperasikan di dua tempat yakni di IKN dan Bali. Kalau bicara ketersediaan penumpang, keliatannya Bogor lebih realistis, contoh KRL dari data kita per hari 80-100 ribu penumpang dengan 400 trip sehari, per 6 menit ada, itu bisa jadi acuan,” kata Dedie ketika berbincang dengan CNBC Indonesia, Selasa (23/1/2023).
Salah satu alasan ART bisa menjadi opsi karena biaya investasi yang lebih murah. Dibandingkan trem yang harus memiliki rel konvensional, ART hanya menggunakan rel virtual.
“Begitu kemarin ada ART yang lebih murah, lebih ekonomis, reliable gak perlu pakai rel, kemungkinan bisa jadi pengembangan trem tanpa rel makanya kita bangkitkan lagi,” ucapnya.
Lantas berapa harganya? Menurut pengakuan Dedie harga ART untuk 3 trainset sebesar Rp 450 miliar atau Rp 150 miliar per trainset.
“Rp 7 triliun itu 4 koridor, kalau 1 koridor Rp 1,5 triliun lah. Yang ART ini 3 trainset harganya Rp 450 miliar jadi dengan lain-lain (rel dan sebagainya) mungkin Rp 1/2 triliun totalnya. 3 trainset atau 3 rangkaian dulu untuk koridor 1, 3 trainset supaya headway ga terlalu lama, kan cuma 8 Km, kurang lebih 3 trainset headway mungkin 5 menit,” tutup Dedie.
Source: CNBC