Jakarta, CNBC Indonesia – Bank Pembangunan Asia / Asian Development Bank (ADB) mengingatkan pemerintah dan bank sentral di kawasan Asia Timur yang sedang berkembang harus tetap waspada terhadap potensi risiko keuangan terkait suku bunga lebih tinggi.
Hal ini mengingat tekanan dari kenaikan harga, pasar tenaga kerja yang solid, dan kuatnya kinerja perekonomian Amerika Serikat dapat menyebabkan US Federal Reserve (the Fed) menaikkan lagi suku bunga.
“Sektor perbankan Asia menunjukkan ketahanannya selama gejolak perbankan di Amerika Serikat dan Eropa baru-baru ini, tetapi kami mendapati sejumlah kerentanan dan gagal bayar di antara peminjam publik maupun swasta sejak tahun lalu,” ucap Kepala Ekonom ADB, Albert Park dalam siaran pers, dikutip CNBC Indonesia, Senin (11/9/2023).
Dalam beberapa bulan terakhir, sebagian besar bank sentral kawasan ini memilih untuk tidak menaikkan suku bunga, beberapa bahkan mulai menurunkan suku bunga demi mendorong pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, sentimen investasi positif di pasar regional mendukung penurunan premium risiko, kenaikan pasar saham, dan aliran masuk portofolio asing ke pasar obligasi.
Sementara itu, suku bunga di kawasan ini masih tetap tinggi. Biaya pinjaman yang lebih tinggi turut berkontribusi pada tekanan utang dan gagal bayar obligasi di sejumlah pasar Asia selama beberapa bulan terakhir.
“Biaya pinjaman yang lebih tinggi dapat menimbulkan persoalan, terutama bagi peminjam dengan tata kelola dan neraca keuangan yang lemah.”
Asia Timur yang sedang berkembang meliputi perekonomian negara-negara anggota ASEAN; RRT; Hong Kong, Tiongkok; dan Republik Korea. Jumlah total obligasi yang beredar di kawasan ini naik 2,0% dalam waktu tiga bulan sejak Juni menjadi $23,1 triliun. Pertambahan obligasi dari sektor pemerintah maupun korporat telah melambat dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.
Banyak pemerintah yang menumpuk penerbitan obligasi di kuartal pertama tahun ini, ketika obligasi pemerintah dan korporat dalam nilai yang cukup besar jatuh tempo di hampir semua pasar.
Obligasi berkelanjutan di ASEAN plus RRT, Jepang, dan Republik Korea (ASEAN+3) bertambah 5,1% dari kuartal sebelumnya menjadi $694,4 miliar, mencapai porsi 19,1% dari nilai obligasi berkelanjutan yang beredar di seluruh dunia. ASEAN+3 masih merupakan pasar regional obligasi berkelanjutan kedua terbesar di dunia setelah pasar Uni Eropa, meskipun segmen ini hanya mencakup 1,9% dari keseluruhan pasar obligasi di ASEAN+3.
Sumber: CNBC