Jakarta, CNBC Indonesia – Berita kurang enak bagi ekonomi global datang lagi. Kali ini khusus ke negara-negara berkembang di Asia.
Negeri-negeri di kawasan akan menghadapi risiko yang “meningkat”. Hal ini pun membuat Bank Pembangunan Asia (ADB) memangkas ekspektasi pertumbuhan regionalnya.
Rabu (20/9/2023), ADB memperkirakan produk domestik bruto (PDB) sebesar 4,7% tahun ini. Padahal April lalu, ADB memperkirakan pertumbuhan lebih baik, 4,8%.
“Risiko terhadap prospek tersebut semakin meningkat,” tegas pemberi pinjaman berbasis di Manila itu, dikutip AFP.
“Kelemahan di sektor properti China dapat menghambat pertumbuhan regional,” tambahnya.
Tantangan lainnya adalah tingginya suku bunga. Lalu, ancaman ketahanan pangan akibat fenomena cuaca El Nino.
Pembatasan ekspor yang diberlakukan oleh beberapa negara juga menambah masalah. Sementara itu, inflasi diramal turun menjadi 3,6% tahun ini dari 4,4% tahun lalu, di mana perlambatan China lagi-lagi mempengaruhi.
Diketahui, China belum bisa pulih sepenuhnya sejak pelonggaran kebijakan Covid-19 yang ketat. Bukan hanya krisis properti, konsumsi juga melemah ditambah seretnya permintaan ekspor.
Angka resmi menunjukkan China sempat mengalami deflasi pada bulan Juli untuk pertama kalinya dalam dua tahun terakhir, dengan harga turun 0,3% dari tahun ke tahun. Meski, pulih kembali pada bulan Agustus.
Sebelumnya, Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) juga memangkas perkiraan pertumbuhan untuk tahun depan karena kenaikan suku bunga yang disebut “menyakitkan” guna mengekang inflasi berdampak buruk. Dalam laporannya, dikatakan bahwa pertumbuhan global diproyeksikan akan tetap “di bawah”, melambat menjadi 2,7% tahun depan, turun dari 2,9% pada perkiraan sebelumnya.
“Setelah awal tahun 2023 yang lebih kuat dari perkiraan, dibantu oleh harga energi yang lebih rendah dan dibukanya kembali China, pertumbuhan global diperkirakan akan melambat,” kata OECD dalam laporannya dikutip laman yang sama.
“Dampak dari kebijakan moneter yang lebih ketat menjadi semakin terlihat, kepercayaan dunia usaha dan konsumen telah menurun, dan pemulihan di China telah memudar,” tambahnya.
OECD juga memperingatkan bahwa perlambatan yang lebih tajam di China merupakan risiko utama tambahan yang akan mempengaruhi pertumbuhan output di seluruh dunia. OECD memangkas proyeksinya terhadap China, dengan pertumbuhan sebesar 5,1% pada tahun ini dan melambat menjadi 4,6% pada tahun 2024.
Sumber: CNBC