LONDON – Pelapor khusus PBB untuk Myanmar menyebut negara itu adalah negara gagal dan krisis semakin memburuk secara eksponensial. Ia pun mendesak dunia internasional mengadopsi tekad bersatu yang sama setelah invasi ke Ukraina.
“Jenis senjata yang sama yang membunuh orang Ukraina membunuh orang di Myanmar,” kata Tom Andrews, pelapor khusus untuk situasi hak asasi manusia di Myanmar, kepada The Guardian dalam sebuah wawancara, mengutip pasokan senjata Rusia ke junta sejak kudeta dua tahun yang lalu. Junta Myanmar sangat bergantung pada pesawat dari China serta Rusia, dan semakin sering melakukan serangan udara untuk mencoba menumpas pasukan perlawanan yang gigih.
Tanggapan internasional terhadap Myanmar tidak memadai dan beberapa negara terus mendukung kekejaman junta. Andrews pun menyerukan embargo senjata. “Tidak dapat diungkapkan apa yang sedang terjadi dan yang sangat membuat frustrasi adalah kenyataan bahwa, sejauh menyangkut sebagian besar dunia, ini tidak terjadi,” ujarnya seperti dikutip dari situs berbasis di Inggris itu, Kamis (16/3/2023). Sebaliknya, kata Andrews, dunia sedang “menyaksikan kecelakaan kereta api”.
“Myanmar adalah negara yang gagal, sedang dalam proses gagal dan ini terjadi di depan mata kita,” ucapnya. Pernyataan ini muncul jelang sebuah laporan, yang akan disampaikan kepada Dewan Hak Asasi Manusia minggu depan, yang merinci bagaimana orang-orang melarikan diri dari Myanmar menghadapi risiko penangkapan, penahanan, deportasi, penolakan di darat dan laut serta terhalangnya akses mereka ke badan pengungsi PBB, UNHCR.
Myanmar dilanda kekacauan pada Februari 2021 ketika militer menahan pemimpin negara itu, Aung San Suu Kyi, dan merebut kekuasaan. Kudeta tersebut telah memprovokasi oposisi yang meluas, termasuk gerakan pembangkangan sipil yang damai dan perlawanan bersenjata. Konflik telah meningkat selama dua tahun terakhir, menyebar ke seluruh wilayah negara yang luas, termasuk wilayah yang dulunya damai, di mana anggota masyarakat bergabung dengan kelompok pertahanan untuk melawan militer. Militer – yang menurut analisis telah kehilangan wilayah karena perlawanan meskipun memiliki persenjataan yang unggul – telah meningkatkan serangan udara, termasuk terhadap sekolah dan fasilitas medis, serta taktik bumi hangus, dalam upaya untuk menghentikan perlawanan.
Sumber: International Sindo News